Ulama
besar yang digelar oleh para kiyai sebagai “syaikhuna” yakni guru kami, kerna
kebanyakan kyai-kyai dan pengasas pondok pesantren di Jawa dan Madura pernah
belajar dan nyantri dengan beliau. Pribadi yang dimaksudkan ialah Kiyai Kholil
bin Kiyai ‘Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai ‘Abdul Karim bin Kiyai
Muharram bin Kiyai Asral Karamah bin Kiyai ‘Abdullah bin Sayyid Sulaiman yang
merupakan cucu kepada Sunan Gunung Jati. Kiyai Kholil dilahirkan pada hari
Selasa, 11 Jamadil Akhir 1235 di Bangkalan, Madura. tentunya dari sosok seorang
Ulama' besar seperti mbah Kholil mempunyai karomah/ keunggulan tersendiri
diantaranya bisa menyembuhkan orang lumpuh dalam seketika, seperti dalam buku
yang berjudul Tindak lampah Romo Yai Syekh Ahmad Jauhari umar
menerangkan bahwa mbah Syekh Kholil Bangkalan termasuk salah satu guru Romo Yai
Syekh Ahmad Jauhari umar yang mempunyai karomah luar biasa. diceritakan oleh
penulis buku tersebut sebagai berikut :
Suatu hari, ada seorang keturunan cina sakit lumpuh, padahal ia sudah di bawa
ke jakarta tepatnya di betawi, namun belum juga sembuh, lalu ia mendengar bahwa
di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit. Kemudian pergilah ia
ke Madura yakni ke Syekh Kholil bin Abdul Latif untuk berobat dibawa dengan
menggunakan tandu oleh 4 orang, tak ketinggalan pula anak dan istrinya ikut
mengantar.
Ditengah Perjalanan ia bertemu dengan orang Madura yang di bopong karena sakit
( kakinya kerobohan pohon ), lalu mereka sepakat pergi bersama-sama berobat ke
Syekh Kholil bin Abdul Latif orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk
jalan. kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Syekh Kholil bin Abdul
Latif, muncullah Syekh Kholil bin Abdul Latif dari dalam rumahnya dengan
membawa pedang seraya berkata : " mana orang itu ?!!, biar saya bacok
sekalian". Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan
langsung lari tanpa ia sadari sedang sakit. karena Syekh Kholil bin Abdul Latif
terus mencari dan membentak-bentak mereka, akhirnya tanpa sdi sadari, mereka
sembuh.
Setelah Syekh Kholil bin Abdul Latif bangkalan wafat kedua orang tersebut
sering ziarah ke makam beliau.
Oleh karena itu
beliau sangat mengharap dan mohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi
pemimpin umat serta mendambakan anaknya mengikuti jejak Sunan Gunung Jati.
Setelah tahun
1850 Kiai Kholil muda berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Langitan
Tuban, kemudian untuk menambah ilmu dan pengalaman beliau nyantri di Pesantren
Cangaan Bangil, Pasuruan. Dari sini pindah lagi ke Pesantren Keboncandi
Pasuruan. Selama di Keboncandi beliau juga berguru kepada Kiai Nur Hasan di
Sidogiri, Pasuruan. Selama di Keboncandi, beliau mencukupi kebutuhan hidup dan
belajarnya sendiri dengan menjadi buruh batik, agar tidak merepotkan orang
tuanya, meskipun ayahnya cukup mampu membiayainya.
Kemandirian
Kiai Kholil nampak ketika beliau berkeinginan belajar ke Makkah, beliau tidak
menyatakan niatnya kepada orang tuanya apalagi minta biaya, tetapi beliau
memutuskan belajar di sebuah pesantren di Banyuwangi. Selama nyantri di
Banyuwangi ini belaiau juga menjadi buruh pemetik kelapa pada gurunya, dengan diberi
upah 2,5 sen setiap pohon, upah ini selalu ditabung.
Tahun 1859
ketika berusia 24 tahun Kiai Kholil memutuskan untuk berangkat ke Makkah dengan
biaya tabungannya, tetapi sebelum berangkat oleh orang tuanya Kiai Kholil
dinikahkan dengan Nyai Asyik. Di Makkah beliau belajar pada syekh dari berbagai
madzhab di Masjidil Haram, tetapi beliau lebih banyak mengaji kepada syekh yang
bermadzhab Syafi'i.
Sepulang dari
Tanah Suci, Kiai Kholil dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot yang hebat,
bahkan ia dapat memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafidz
(hafal Al-Quran 30 juz). Kiai Kholil kemudian mendirikan pesantren di Desa
Cengkebuan.
Setelah
puterinya yang bernama Siti Khotimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri
Kiai Muntaha, pesantren di Desa Cengkebuan itu diserahkan kepada menantunya.
Sedangkan Kiai Kholil sendiri mendirikan pesantren di Desa Kademangan, hampir
di pusat kota sekitar 200 m sebelah barat alun-alun Kota Bangkalan. Di
pesantren yang baru ini beliau cepat memperoleh santri. Santri yang pertama
dari Jawa tercatat nama Hasyim Asy’ari dari Jombang.
Pada tahun 1924
di Surabaya ada sebuah kelompok diskusi yang bernama Tashwirul Afkar yang
didirikan oleh seorang kiai muda Abduk Wahab Hasbullah. Dalam perkembangannya, ketika
Kiai Wahab Hasbullah beserta Kiai Hasyim Asy’ari bermaksud mendirikan jam’iyah,
Kiai Kholil memberikan restu dengan cara memberikan tongkat dan tasbih melalui
Kiai As’ad kepada Kiai Hasyim Asy’ari.
Pada tanggal 29
Romadlon 1343 H dalam usia 91 tahun, karena usia lanjut belaiu wafat. Hampir
semua pesantren di Indonesia yang ada sekarang masih mempunyai sanad dengan
pesantren Kiai Kholil.
Dari :
http://biografiulama.blogspot.com/2009/09/biografi-syekh-kholil-bangkalan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar